Berawal Dari
Berawal Dari…
Faira
namanya, perempuan yang aku kenal dari dunia maya yang namanya langsung melesat kedalam hatiku. Aku dan
dia bisa dibilang menyukai korea, tepatnya saat diriku menjadi admin sebuah
grup di facebook, iya siapa yang tidak kenal boyband SNSD?. Saat aku menemukannya di kotak ajaib tersebut
membuat hidupku berubah drastis. Aku memutuskan untuk berteman dengannya di
Facebook.
Aku
memutuskan untuk membuka perkenalan diantara aku dan Faira. Dimana ruang
tersembunyi chatroom, hanya aku dia dan Tuhan yang tahu perkenalan kami. “Hai,
kamu suka SNSD juga iyaa?, kenalkan nama saya Andre.” Entah kenapa rasanya
begitu berat menekan tombol enter dalam hatiku, tapi iya aku sudah terlanjur
menekan tombol enter. Tiga puluh menit kemudian ada balasan dari perempuan
manis yang sekarang membuatku mabuk kepayang. “Hai juga salam kenal, iyaa kok
tahu sih?. Hatiku bergetar hebat dibuatnya, membuatku candu akan cinta yang
telah terlanjur tumbuh dalam hatiku, tapi apakah dia mempunyai perasaan yang
sama terhadapku?.
Semakin
hari aku dan dia semakin akrab. Kita membicarakan banyak hal dari mulai music,
film, agama dan banyak hal. Aku jadi semakin mencintainya, ia lebih banyak tahu
tentang banyak hal, jujur saja aku malu terhadapnya. Laki-laki macam apa aku,
mungkin aku memang tak pantas untuk perempuan semacam Faira. Apa ia mencintaiku
seperti yang kurasa saat ini kalau tidak, apakah ia akan tetap akrab seperti
ini atau mungkin ia akan menjauh dariku?, mungkin lebih baik aku simpan
dalam-dalam hatiku, aah sudahlah tak usah dilanjutkan.
Aku mungkin terlalu pengecut bagimu untuk mengatakan
cinta. Aku bukanlah sang penyair yang dapat membuat sajak yang indah untuk
didengar dan dibaca. Aku hanyalah orang “asing” yang masuk kedalam hatimu, tapi
suatu saat kau akan tahu ketulusan cinta yang aku punya kuberikan hanya untukmu
seorang wahai bidadariku.
Hingga suatu hari kamu mengirimkan sesuatu padaku
dichatroom.
“ Hai Ndre, besok datang iya ke
acara lamaran aku.”
“ Ciee lamaran, okay aku datang
kok, dimana emangnya lamarannya? hehe.”
“
Haha sip pokoknya ditunggu, aku kirim foto denah alamat rumahku iyaa hehe.”
Jujur
saja aku syok berat mendengar berita tentang lamaran bidadariku. Mungkin lebih
baik aku pergi dan menyerah pada perasaanku yang baru pertama kali kurasakan.
Akulah laki-laki yang sampai saat ini belum pernah menyatakan cinta pada
perempuan termasuk Faira perempuan yang sampai saat ini dicintainya bisa
dibilang cinta yang tak terungkap.
Hari lamaran
Aku
hanya terdiam melihat kamu dengan cantik yang kamu pancarkan dalam hatimu, aku
mengenalkan diri padamu bahwa akulah Andre. Kamu hanyalah tersenyum manis
mengenalkan diri, kamu membuat hatiku meleleh ketika melihat dirimu. Aku datang
ke acara lamaran kamu karena aku ingin melihat kamu bahagia meski dengan orang
lain bukan denganku. Acara lamaran tiba-tiba kacau ternyata laki-laki yang
ingin melamar Faira mengalami kecelakaan dan dalam keadaan meninggal. Aku
melihat dari kedua bola mata Faira yang mencoba menahan airmata, tapi tidak
terbendung lagi dan Faira pingsan. Entah kenapa aku mencoba membawa dia kerumah
sakit bersama kedua orangtuanya.
Di rumah sakit
“Faira
dimana?, dimana Ali?.”
“
Kamu dirumah sakit nak, Ali sudah dikuburkan nak.” ibunya
menjawab dengan serak.
“
Faira mau kesana bu, ini mimpikan ibu? “
sambil berteriak menahan amarah di hati.
“ Nak, kamu istirahat dulu, kamu kecapean,
kalau udah boleh pulang kita kesana.”
“
Faira yang tabah iya, aku turut berduka, seharusnya ini hari bahagia kamu.”
“ Iya makasih Ndre udah nyelamatin Faira.”
“
Aku pulang dulu iya Faira.”
Antara
senang dan sedih yang kurasakan, disatu sisi hatiku senang karena ia tidak jadi
lamaran, tapi disisi yang lainnya aku sedih melihat dia murung dan sekarang
kami jarang bertegur sapa di chatroom facebook. Tak ada lagi canda tawa diantara kita lagi, tak
ada percakapan yang menarik lagi bagimu aku hanya menjadi angin untukmu.
Faira
yang tabah iya, kamu bisa kok lupakan sosok Ali.
Kamu
pikir gampang melupakan seseorang yang dicintai?
Disitu
aku hanya bisa terdiam, baru kali ini aku melihat Faira marah dan semenjak
peristiwa itu aku dan dia tak pernah bertegur sapa lagi.
“Seandainya
kejadian ini tidak terjadi pasti tidak akan seperti ini.” sambil mendoggakkan
kepala keatas melihat langit yang dipenuhi awan.
“
Ndre yang tabah iya, kalau ia memang jodoh kamu pasti ia akan kembali padamu.”
Arline sahabat baik Andre menasehatinya.
“
Tumben kamu Lin bijak banget biasanya jawaban kamu ngasal, tapi bener juga haha.”
Sudah
berbulan-bulan aku berusaha melupakan Faira, tapi apadaya pikiranku kini hanya
tertuju pada Faira sang bidadari yang membuatku merasakan yang namanya jatuh
cinta, tapi entah mengapa aku percaya pada kata-kata sahabatku Arline dimana
kalau memang Faira jodohku ia akan kembali padaku, rasanya seperti kalimat
ajaib yang membuat semangatku membara kembali karena pecinta sejati tidak akan
pernah menyerah sampai kematian menjemputnya. Aku suka kata-kata itu, tapi
masih ada kejanggalan yang tak bisa kujawab mungkin waktu yang akan
mempertemukan kita kembali, tapi semoga dihatimu ada ruang untuk memaafkanku
saja.
“
Fai, maafkan atas bicaraku waktu itu, aku bukan bermaksud ingin menyakitimu.
Tolong aku hanya ingin kamu memaafkanku saja, apabila kamu sudah memaafkanku
aku akan pergi menjauh darimu.” Sambil mengkerutkan kening berusaha untuk tetap
dewasa walau hati berkata tidak ingin pergi menjauh sebab Faira adalah seorang
perempuan yang istimewa bagi Andre.
Tak
pernah ada balasan dari Faira, “mungkin aku hanya angin.” Jawab Andre lirih.
“Ndre
kamu ga boleh ngomong gitu, iya mungkin aja Faira lagi ingin nenangin diri.”
“ Mungkin juga sih Lin, tapi…
“
Tapi apa Ndre?, aku juga wanita.”
Tiba-tiba Arline marah dan pergi tinggalkan Andre.
Andre
dibuatnya terdiam, bungkam dan mematung bagai patung. Setelah Faira, lantas
Arline pergi meninggalkan Andre sendirian tanpa seorang sahabat yang dapat
mendengarkan keluh kesah dan cerita Andre,
“
tapi mengapa disaat aku sedih kamu menghilang?.” Andre memelas mengirimkan
pada chatroom di facebok Arline.
“
Kamu ingin tahu mengapa aku pergi meninggalkanmu Ndre? .” Arline menjawab
sambil menahan air mata yang ditahan.
“
Karena dari dulu gue menyukaimu,tapi kau tak pernah pedulikan tentang
perasaanku sampai sekarang perasaanku tetap sama padamu, ndre lu itu bagi gue
lebih dari sahabat tapi apadaya sekarang lu udah tahukan sakitnya jatuh cinta,
maaf aku harus pergi menjauh dari hidup lu .” Sambil menahan airmata yang sudah
tak terbendung lagi tak kuasa mengetik huruf, mungkin ini saatnya pikir Arline.
Aku
paham Arline, tapi aku anggap kamu sebagai sahabat, ga lebih Arline, maafkan
aku jika aku menyakiti hatimu, iya aku sekarang paham sakitnya jatuh cinta yang
kau rasakan, mungkin rasa sakit ini sebagai pembelajaran bahwa tak selamanya
yang dicintai itu menyukai kita, iya maksudnya aku belajar tentang keikhlasan,
dan Tuhan sedang menyiapkan rencana yang indah buat seseorang yang belajar
keihlasan tadi dengan seseorang yang lebih baik lagi. Akupun harus begitu
melupakan semua tentang Faira yang entah dimana, tak pernah ada kabar lagi
tentangnya,tapi bila dia jodohku ia akan kembali padaku, sebaliknya jika ia
bukan jodohku aku akan rela untuk melepasia dan aku akan terus berdoa agar ia
bahagia meski tak bersamaku”
Hingga
pada suatu hari ada sosok perempuan yang sepertiku kenali dan ternyata ia
adalah Faira ia sedikit merubah penampilannya, ia sekarang agak tinggi dan ia
tidak memakai polesan bedak atau semacam alat dandanan yang tidak kumengerti.
Ia sungguh cantik, kecantikannya ada dalam hatinya, tutur katannya dan
sikapnya. Pujiku dalam hati
“Maafkan
aku soal lamaran itu.” aku mengucapkannya dengan terbata-bata.
“
Iya justeru aku yang seharusnya minta maaf padamu ndre seharusnya saya tidak
bersikap seperti itu aku udah memaafkanmu kok, kamu maukan memaafkanku? .”
Kemudian hening hanya suara burung yang bersiul menemani percakapan aku dan
Faira.
“
Iya mau dong Fai, apakabarnya Fai sekarang?. Entah kenapa terlintas pertanyaan
itu dalam benakku.
“
Alhamdulillah baik kok ndre, kamu sendiri gimana kabarnya?”Tanya Faira padaku
“
Hidupku sangat kacau Fai, tapi… “
“
Tapi apa Ndre? “ Faira bertanya lagi
Kriing,
Kriiing hape Faira berbunyi membuat aku harus tetap berdiri disini, tak mudah
memang melupakan seseorang yang kucintai kini berada didepanku. Entahlah kenapa
Tuhan mengirimkan ia kembali padaku?, aku mungkin tak pernah berani menyatakan
cinta, karena aku takut perasaan itu membuatku hancur berkeping-keping, aku tak
ingin menyakitimu dengan perasaan aneh yang tak pernah kumengerti, mungkin
biarlah waktu yang menjawab apakah ia akan tetap sabar menanti ataupun ia akan
melangkah pergi menjauh dari kehidupanku, pikir Andre dalam hati kecilnya
Lamunan
itu dibuyarkan oleh Faira, yang sedikit sedih ketika sudah menerima telepon
entah dari siapa, mungkin dari cinta barunya itu.
“Ndre,
aku harus pergi maaf.” Sambil menahan airmata menatap langit yang elok.
Aku
sulit berkata-kata hingga akhirnya punggung Faira menghilang begitu saja
dihadapanku. Seandainya ada sedikit saja
keberanian untuk memanggilnya, pasti tidak akan seperti ini jadinya. Sesal
Andre dalam hati.
Akhirnya
aku lebih memilih menyibukkan diri bekerja sebagai chef di salah satu restoran
yang sederhana, bersih dan kalau bisa dibilang harganya terjangkau untuk semua
kalangan, sehingga restoran itu terbilang ramai, apalagi saat malam hari bisa
membuat tanganku capek, tapi tak mengapa ini semua kulakukan agar tak ada celah
mengingat masa itu, bisa dibilang indah, ataupun bisa dibilang sangat
menyakitkan.
Sudah
setahun lamanya aku bekerja di restoran itu,
tapi saat itu ada hal yang menegangkan bagiku, membuka luka lama yang
pernah hadir dalam hidupku tepatnya ketika seseorang itu hadir yang mirip
dengan Faira sewaktu aku bertemu pertama kalinya namanya Fayna. Entah apa yang
harus kulakukan, aku bingung, tanya hati kecil Andre.
“
Hai semua, perkenalkan namaku Fayna, bisa dipanggil Fay, mohon kerjasamanya.”
Setiap
kali kutatap Fayna ia terlihat seperti Faira, entah kenapa semua kejadian itu
begitu cepat, membuat luka lama itu hadir dalam ingatan, apakah ia cinta
sejatiku ataukah ia hanya kebetulan hanya mirip Faira?, pikir Andre dalam
hatinya.
“
Ndre, ini gimana caranya aku agak tidak mengerti? ” Berkata Fay.
“ Ini tinggal ditambahkan sedikit santan.”
Andre menjawab dengan sikap dingin.
“oh
iya makasih loh ndre.” Sambil tersenyum riang terhadap Andre.
“
Sama-sama.’ Dijawab dengan ketus oleh Andre.
Ketika
pulang kami tak sengaja bersitatap dan bertemu ditaman, seperti biasa perempuan
itu membuka pembicaraan
“
Ndre, gue boleh nanya sesuatu sama lu? ” Fay berkata agak terbata-bata.
“
Boleh mau ngomong apaan emangnya , sambil menatap langit yang sedang bersinar
oleh bintang-bintang di angkasa raya.
“ Sebenarnya gue aneh deh kenapa lu natap gue.
“
“ Apaan gr banget lu”. Jawab Andre tak acuh.
“ hmhm, maaf kalau udah bikin kamu marah aku tak
bermaksud begitu sekali lagi maaf”. Fay menjawab agak serak berusaha
mengeluarkan suaranya yang ceria.
Semenjak
peristiwa itu Fay menjadi pendiam dan tingkah lakunya tidak seperti biasanya,
kalaupun berbicara denganku seperlunya saja tidak berlebihan.
Saat
malam tiba, aku terdiam dikamarku yang penuh dengan beberapa buku tebal yang
kusuka, rembulan menghiasi malam itu mengingat kembali tentangmu yang entah
dimana, dan bahwa seseorang direstoran itu mirip kamu, tapi debaran yang kurasa
tidaklah sama seperti yang kurasakan padamu, kamu dan ia berbeda satu sama
lain, karena aku tetap mencintaimu sejauh apapun kamu pergi, setidaknya cinta
sejati pasti akan kembali lagi sampai maut memisahkan kita, dan kata-kata itu
terlintas dalam relung hatiku yang paling dalam.
Pagipun
tiba begitu cepat, rasanya terlalu malas kesana jika perempuan yang bernama
Fayna berada dalam ruang yang sama, pinta andre dalam hati. Di pagi hari tak
seperti biasanya langit yang cerah burung-burung dan kupu-kupu bertebangan, ada
yang ganjil memang, tapi aku sungguh tak mengerti. Ternyata ditempatku bekerja,
tak seperti biasanya Fayna tidak hadir. Hal itu membuatku senang tak terkira.
“Ghoz,
seneng deh ga ada Fayna si berisik itu haha.”
Andre tertawa riang menepuk teman kerjanya saat jam istirahat tiba.
“Apaan
sih lu diem deh, justeru gue sedih.” Menjawab agak pelan
“
Sedih, jangan-jangan lu suka sama si berisik itu iya? “ Andre menjawab dengan
nada menggoda sahabatnya.
“
Diam deh lu berisik banget sih mentang-mentang ga ada Fay. “
Dari
kejauhan terlihat pengunjung yang sedang memanggil pelayan entah itu ilusi
ataupun bukan, Faira berada dibangku kedua, terlihat jelas bahwa itu memanglah
Faira, perempuan yang dicintainya sampai saat ini, tapi ketika kulihat ada
salah satu laki-laki didepannya, membuatku bungkam untuk mengunjungi meja kedua
tersebut, Faira dan laki-laki tersebut sepertinya sedang berbicara serius,
mungkin sedang berbicara lamaran ataupun pernikahan, iya mungkin aku terlalu
cemburu padanya, hati kecil Andre berbicara.
Laki-laki
itu sungguh gagah, bisa dibilang aku memang kalah soal kegagahan tapi entahlah
hati kecilku tetap menyakinkanku untuk melupakan Faira, tapi debaran ini masih
terlalu kencang saat Faira tepat berada dibangku itu, sehingga salah satu sisi
dihatiku menyakinkan bahwa ia adalah cinta sejatiku.
Hingga
pada akhirnya, laki-laki itu memanggil manajer karena ingin tahu siapa dalang
yang memasak makanan itu dan aku disuruh kesana, aku bingung dan terlalu takut
untuk menemui mereka mungkinkah mereka akan segera menikah ataukah hanya
pikiranku saja.
“
bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“
iya, ada apa? Aku berbicara terbata-bata
Eh
ndre, kamu yang jadi koki disini?
“
hmhm iya kok Faira, makan disini
“ Iya ndre, kenalkan ini Johan, Jo ini Andre”
“Saya
rencananya mau nikah, terus makanannya disini direkomendasikan dengan
kelezatannya yang luar biasa tiada duanya, boleh tidak kamu masak untuk pernikahan saya?”
“Saya
bicarakan dulu dengan manajernya”
Okay
sip kalau sudah dibicarakan hubungi saya iya, terimakasih atas waktunya mas “
Laki-laki itu sambil menyerahkan selembar kertas bertuliskan nomor handphone.
Aku
dibuatnya bingung bukan kepalang antara sakit hati untuk kedua kalinya dengan
orang yang sama dan sebagai chef yang menyukai dan mencintai makanan juga
pikiranku yang semrawut karena kehidupan yang sangat kejam membuatku kembali
menikmati pahitnya hidup yang berkepanjangan, hingga tanpa sadar hari sudah
semakin larut jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam hingga akhirnya mata
terpejam ketika tidak dapat menahan kantuk yang menbuatku lupa akan sakit hati
yang dirasakan.
Keesokan harinya…
Laki-laki
itu datang lagi, mengunjungi restoran dimana aku bekerja, hanya bedanya
laki-laki itu terlihat rapih mengenakan baju kotak-kotak berwarna kecoklatan
dan celana hitam dan disampingnya ada perempuan lain bukan Faira. Perempuan itu
mengenakan baju coklat dengan rambutnya yang panjang.
Aku
harus mengatakan apa pada Faira, mungkin Faira tidak percaya dengan apa yang
kulihat dan untuk pertama kalinya aku meminta pertolongan Fay karena Ghoz
sedang sakit sehingga tidak dapat masuk kerja dan terpaksa aku meminta
pertolongan Fay, tapi yang aku tidak suka ia mengajukan satu syarat apabila
ingin mendapat bantuan dari Fay aku harus makan malam bareng Fay dengan sangat
terpaksa aku harus memenuhi permintaannya demi cintaku pada Faira.
Fay
benar-benar memenuhi janjinya, ia memberikan bukti-bukti berupa foto-foto Johan bersama perempuan berambut panjang, bisa
dibilang ia adalah perempuan yang pekerja keras dan aku salut dengan kerja
kerasnya itu.
“
Ndre lu janjikan mau makan malam bersamaku” Fay bertanya penuh harap.
“
iya “ Aku menjawab agak malas.
Sudah
lama aku tak membuka jejaring social satu ini, membuat aku kembali mengingat
sebuah pertemuan yang berawal dari facebook, mengetik kembali sebuah nama yang
harusnya kurelakan, tapi tiap aku ingin melupakannya, ia tetap hadir dalam
ingatanku.
“
Faira, bolehkah kita bertemu, ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu”
“
Boleh, dimana kita bertemu? “
“
Di tempatku bekerja, maaf mengganggu waktumu”
“
siaaap, tidak kok ini juga lagi santai saja.”
“
Maaf aku duluaan iyaa.” Aku tak kuasa mengetik tombol enter, tapi karena aku
harus menepati janji maka dengan amat terpaksa aku tidak bisa berlama-lama
dengan Faira.
Malampun
tiba
“
Ndre “ Fay memanggilku di tempat café
yang dikunjungi.
“ Iya” Jujur saja aku malas berada di café itu
apalagi bersama Fay.
“
Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? “ Ia bertanya dengan terbata-bata.
“ Iya, tapi waktuku tidak banyak to the point
saja “ Aku menjawab agak ketus.
“ Kenapa lu a pernah senyum ke gue sih, sekali
saja aku ingin lihat kamu senyum “ Ia
menjawab dengan patah-patah menahan airmata.”
“
hmhm “ aku mencoba menyusun kata-kata
“
Maaf, jika aku mengganggu hidup lu, tapi please aku ingin melihatmu tersenyum”
Fay menjawab berulang-ulang kalinya.
“
Sebenarnya, perlu kamu tahu bahwa kamu itu mirip seseorang yang kucintai, tapi
debaran yang kurasakan tidaklah pernah sama terhadapmu, maaf jika aku
melampiaskan sakit hatiku padamu, aku tak ingin menyakiti hati siapapun, dan
aku akan senyum seperti yang kau mau.” Aku agak menahan airmata yang keluar
dari kedua pipiku.
“
Makasih atas makan malamnya, sekarang aku mengerti perasaan kamu terhadap
perempuan yang kamu cintai itu, andaikan aku bisa memiliki seseorang yang sama
sepertimu yang setia menunggu seseorang itu kembali lagi padamu. “ Fay tetap tersenyum meski dihati kecilnya
terdapat sekelumit luka yang semakin dalam.
Harus
kuakui Fay memang lebih kuat dariku soal sakit hati, aku jadi teringat ketika
aku sakit hati, pikiranku sangat kacau balau, saat itu aku hanya mengurung diri
dikamar, kalaupun menjawab pertanyaan seperlunya saja, dan sekarang aku tidak
enak hati terhadap Fay selama ini sebab aku melampiaskan kekesalanku padanya.
Akhirnya
aku berniat mengunjungi rumahnya dan bermaksud meminta maaf, tetapi semua itu
sirna setelah terpasang bendera kuning. Aku tertunduk lesu saat masuk rumahnya,
aku menyesal telah melampiaskan semua amarahku padanya
“
hmhm, pak boleh tahu siapa yang meninggal?” aku bertanya pada seorang
bapak-bapak yang berada disebelahku.
“
Fayna”
“
Deg, deg, maafkan aku seharusnya aku tak bersikap seperti itu padamu”
“
Nak andre, ini ada surat dari Fayna” Seorang ibu tiba-tiba memberikan surat
padaku.
“ Iya makasih bu, yang tabah iya bu “
“
sama-sama, iyaa makasih atas perhatiannya.”
Dear
Andre,
Pertama-tama gue ucapkan terimakasih banyak,
karena dari lu aku mengenal cinta iya walaupun gue ga bisa miliki lu karena lu
suka sama seseorang yang kamu cintai yang katanya mirip denganku.
Kedua
gue udah maafkan lu soal sikap lu sama gue kok, karena iya namanya juga manusia
pernah khilaf, pernah salah, jadi maafkan aku jika gue ada salah sama lu. ^^
Ketiga
gue selalu doain lu agar mendapat kebahagiaan dengan cinta sejati lu, walaupun
begitu gue ikhlas melepasmu sebab cinta sejatimu adalah Faira.
Sekiaan
dulu, makasih atas hidup yang sangat berarti ini, maaf kalau tiap hari bikin lu
sebel.
Salam Fay
Fayna
Aku
tak dapat menahan airmata lagi, kusesali
segala yang telah terjadi. Tepatnya
disampingku Faira menampakkan dirinya, memberikan saputangannya padaku dan
debaran ini sangatlah kencang.
“
Ndre Fayna itu sahabatku, ia yang mengajarkan aku arti memaafkan, ia yang
menyakiniku bahwa hidup ini tak seharusnya kamu benci ketika kesedihan
menimpa.” Faira menghela napas panjang
“ Sejak kapan Fay jadi sahabatmu?, hmhm aku
telah salah menilai sahabatmu dan kini aku telah menyesal.”
“
Kira-kira sejak kelas satu smp kita sahabatan dan dia cerita banyak tentang
kamu akhir-akhir ini ndre, dan dia ingin aku terus menunggu seseorang, entahlah
siapa orangnya.” Sambil melirikku.
“
Apa kamu tidak tahu bahwa Johan berselingkuh? ” aku hanya bertanya dengan muka
penuh kepoolosan.
“
Haha dia itu sahabat sejak SMA Ndre lagian orang yang aku tunggu ada
disebelahku”
“
Apabila ada yang datang melamarmu, apakah kamu mau bersama seseorang itu?
Kata-kata itu terlontar begitu saja secara spontan.
“
Hmhm, aku mau kalau sama seseorang yang berawal kenalnya dari Chat fb dan adminnya SNSD. “
“
Jaadi kamu? “
“ Stst, iya dari awal aku suka sama kamu iya
karena ketulusan hati kamu, sebenarnya dari dulu aku mencarimu tepatnya saat
aku sudah memaafkanmu dan saat hati sudah merelakan ia yang sudah pergi, hingga
pada akhirnya aku bertemu kembali dengan
Fay sahabat smpku dan akhirnya
aku menemukanmu disini.”
-Tamat-
ditulis oleh: Sa'adah Nur Kamilah
ditulis oleh: Sa'adah Nur Kamilah
Komentar